Kamis, 26 Februari 2015

Mencetak Generasi Bebas Narkoba


Oleh : Rofiatul Mukaromah

Dewasa ini, telah membuming terkait dengan bandar narkoba yang masih mengekspresikan aksi penyebaran narkoba. Dengan cerdik para oknum gelap menyelundupkan narkoba pada masyarakat. Aksi ini sangat berpengaruh besar bagi bangsa Indonesia terutama menjadikan bangsa yang bermental koplo.
 Negara Indonesia menjadi tempat transit peredaran narkoba internasional. Dalam mengedarkan narkoba, tentunya tanpa sepengetahuan para penegak hukum. Indonesia juga menjadi pasar antara produsen dan konsumen barang haram. Hal itu, menjadikan negara Indonesia masuk dalam situasi yang buruk atau darurat. Sebab, penggunaan narkoba semakin merajalela.
Di Indonesia, perkembangan pecandu narkoba semakin banyak. Kebanyakan pecandu narkoba itu pada usia yang sudah produktif atau para pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba berawal dari kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok menjadi hal biasa dalam kalangan pelajar.
Apalagi anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif  ke dalam rokok yang menyebabkan kecanduan..Penyalahgunaan zat adiktif  bisa menghancurkan generasi. Kekuatan SDM bangsa makin lemah, karena makin meningkatnya generasi penggunaan narkoba.
Ketika pergaulan terus meningkat dan mulai mengenal pihak dari luar yang begitu luas, para pelajar terjerat para pecandu narkoba. Setelah mengenal narkoba, pelajar mulai mencoba-coba dan akhirnya mengalami ketergantungan.
Kenyataannya di masyarakat banyak anak MTs dan SD yang ditemukan sudah mengonsumsi narkoba . Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dengan meningkatnya kasus narkoba pada kalangan usia muda menyebabkan penyebaran penyakit semakin meningkat. Tubuh pecandu narkoba semakin rentan terserang penyakit.
Dari penyakit pecandu ada sebagian kasus AIDS berasal dari pengguna obat injeksi. Sebagiannya lagi disebabkan oleh infeksi karena penularan heteroseksual, tapi berkaitan dengan penggunaan narkoba.
Hingga kini, penyebaran narkoba sulit untuk dicegah lagi. Hal itu disebabkan seluruh penduduk dunia dapat mudah untuk mendapatkan narkoba dari oknum-oknum. Para peredar itu tidak dapat bertanggungjawab atas penyebaran barang haram. Misalnya, para peredar narkoba senang mencari mangsa di dekat diskotik, pelacuran dan markas-markas yang gelap.
Bagaimana mencetak generasi muda yang berkualitas? Sedangkan usia produktif telah terkotori dengan narkoba. Apakah ada kebijakan lebih lanjut? Agar generasi muda dapat terselamatkan dari serangan musuh hitam yaitu narkoba.
Hal itu menegaskan bahwa realita saat ini terkait perlindungan anak masih belum maksimal. Padahal pemerintah dalam UU Perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa "Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Kondisi Indonesia yang memprihatinkan ini, disebabkan kurangnya keaktifan dalam kerja bagi penegak hukum. Kurang tanggap dalam memberantas bagi para peredar narkoba di Indonesia. Seharusnya, para penegak hukum bisa memberikan efek jera bagi peredar narkoba dengan cara memberi hukuman seberat-beratnya.
Selain itu, kurang mempertegas dalam menegakan hukum bagi para bandar narkoba. Narkoba sudah menjerat sebagian penyelenggaraan negara, karena tidak sedikit kasus dikarenakan mengonsumsi narkoba. Seharusnya, para penegak hukum menjadi tiang dalam memerangi narkoba
Sangat releven jika penegak hukum memberlakukan hukuman mati bagi para peredar narkoba. Dikarenakan banyaknya peredaran gelap di Indonesia. Hal itu, merupakan wujud kepedulian penegak hukum dalam membangun Indonesia untuk menjadi lebih baik.
Upaya pemberantas narkoba sudah sering dilakukan akan tetapi, kurang maksimal. Dengan demikian, masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP sudah banyak yang terjerumus narkoba.
 Saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba pada anak-anak yaitu melalui  pendidikan dari keluarga. Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama dalam pembentukan kepribadian anak. Sebelum mengenal agen sosialisasi yang lain, keluarga diharapkan mampu memberikan pelajaran yang baik. Selain itu, keluarga berfungsi sebagai proteksi bagi anak. Agar anak bisa terjaga dari pengaruh yang buruk.
Dalam mendidik anak,  pertama melalui pendekatan yaitu orang tua mendekati anak dan mengajak untuk berkomunikasi. Menanyakan kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah. Menanyakan terkait dengan masalah yang dihadapi. Ini sangat berperan untuk mengawasi anak tercinta.
Ke dua, menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) setiap anak harus mendapatkan informasi kesehatan terkait dengan narkoba. Jadi, anak-anak membutuhkan informasi dan kemampuan untuk mencegah mereka dari bahaya narkoba.
Selain itu, memberitahu dampak dari bahaya penggunaan narkoba. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan program yang menitikberatkan pada anak usia sekolah. Melindungi anak dari pengaruh luar dan selalu mengawasi dalam pergaulan anak.

Untuk penegak hukum harus memberikan hukuman terhadap bandar narkoba dengan hukuman seberat-beratnya. Agar dapat memberikan efek jera bagi pengedar narkoba tersebut. Selain itu, selalu meneliti perdagangan yang tidak jelas, sebagai antisipasi dari para oknum gelap.
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang

Jumat, 20 Februari 2015

Polemik Dualisme Pendidikan



Oleh : Rofiatul Mukaromah*
Pendidikan merupakan lembaga yang digunakan sebagai sarana pembentukan kepribadian seseorang. Lembaga pendidikan dikatakan berhasil apabila mampu mencetak lulusan-lulusan yang berkarakter kuat dan tentunya berkualitas.Selain itu, lembaga pendidikan juga berperan dalam pengembangan bakat dan minat anak.
Pendidikan dibutuhkan untuk mencerdaskan anak bangsa. Generasi penerus perlu mendapatkan pendidikan yang baik untuk membangun jiwa kepemimpinan dan kematangan intelektualnya. Oleh sebab itu,pendidikan harus diperhatikan dengan baik. Akan tetapi, sampai saat ini pendidikan belum sesuai dengan harapan, karena sistem yang sering berubah.
Terkait dengan persoalan pendidikan, Indonesia sedang mengalami dilema akibat dualisme sistem pendidikan. Dualisme tersebut adalah antara Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013. Dualisme ini terjadi akibat implementasi Kurikulum 2013 yang kurang matang dan terbilang tergesa-gesa. Sekitar 6000 unit sekolah di Indonesia rencananya akan diterapkan Kurikulum 2013. Namun, tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang sama dan kesiapan yang matang, hanya sekitar 2000 unit sekolah saja yang dapat menerapkan kurikulum tersebut. Maka, solusi yang ditawarkan adalah tetap menerapkan Kurikulum 2006 (KTSP) bagi sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 selama dua semester, dan tetap menggunakan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang telah menerapkannya selama tiga tahun.
Pada dasarnya, guru dan murid seluruh sekolah di Indonesia tidak semuanya siap terhadap penerapan Kurikulum 2013. Sosialisasi Kurikulum 2013 pun belum sepenuhnya memahamkan. Dengan berbagai usaha untuk melaksanakan kurikulum 2013 masih menimbulkan kebingungan dan kurangnya pemahaman. Kurikulum 2013, dianggap sangat berat untuk dijalani para guru dan murid. Selain itu, dalam pelaksanaannya tidak sesuai yang diharapkan.
Menteri pendidikan, terlalu cepat menanggapi perubahan kurikulum, tetapi tidak melihat sisi negatif dalam pelaksanaannya. Menteri pendidikan juga menerapkan kebijakan bagi sekolah-sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 selama tiga semester agar terus dilanjutkan. Akan tetapi, sekolah-sekolah yang baru menjalankan kurikulum 2013 akan kembali pada kurikulum 2006 (KTSP).
Kebjakan Menteri pendidikan tersebut menimbulkan perbedaan sosial atau diskriminasi. Kebijakan yang diambil menjadi bahan pertanyaan bagi masyarakat yang mengetahui dunia pendidikan. Apakah mampu meningkatkan potensi yang baik? Sudah jelas dalam menerapkan kurikulum  berbeda. Hasil proses belajarpun nantinya akan berbeda. Keperbedaan itu mulai dari kualitas anak didik dan pembentukan karakter.
Kebijakan baru menjadikan anggapan diskriminasi pada sekolah-sekolah. Bisa saja ada sekolah yang menganggap maupun merasa di pinggirkan. Apalagi jika kebijakan tersebut menjadi tolak ukur dalam menilai kualitas. Kualitas yang dinilai entah itu dari kurikulum 2013 ataukah 2006. Selain itu, kebijakan yang berbeda dijadikan tolak ukur dalam melihat kelayakan pada sekolah-sekolah, begitu juga pada potensi anak didik.
Para guru dan anak didik mengawatirkan akan terjadi berbedanya cara pandang pemerintah. Dari mulai perlakuan yang berbeda terhadap sekolah dengan KTSP dan kurikulum 2013. Perhatian pemerintah akan lebih tertuju pada sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum 2013. Sehingga, yang masih menerapkan kurikulum lama akan merasa terpinggirkan. Kurikulum 2013 dianggap lebih baik dan sangat berkopetensi dan menjadi perhatian pemerintah.
Persoalan ini masih belum ditanggap dengan serius untuk diselesaikan. Takutnya akan menimbulkan perpecahan sosial yang banyak. Pemerintah diharapkan mampu menangani masalah yang terjadi dalam pendidikan. Selain itu, mampu mengembalikan kesisi yang normal. Kurikulum sangat penting untuk diterapkan dan juga menentukan hasil belajar-mengajar yang ingin dicapai. Namun, yang lebih penting lagi untuk bisa sukses dalam mencerdaskan anak bangsa yaitu implementasi para guru. Mereka adalah bagian terpenting implemetasi kurikulum, karena para guru yang merealisasikan kurikulum terhadap anak didik. Apapun kurikulum yang akan diterapkan ada jaminan keberhasilan untuk meningkatkan kualitas anak bangsa. 

*Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasidi UIN Walisongo Semarang