Oleh
: Rofiatul Mukaromah*
Pendidikan merupakan lembaga yang digunakan sebagai sarana
pembentukan kepribadian seseorang. Lembaga pendidikan dikatakan berhasil
apabila mampu mencetak lulusan-lulusan yang berkarakter kuat dan tentunya
berkualitas.Selain itu, lembaga pendidikan juga berperan dalam pengembangan bakat
dan minat anak.
Pendidikan dibutuhkan untuk mencerdaskan anak bangsa. Generasi
penerus perlu mendapatkan pendidikan yang baik untuk membangun jiwa
kepemimpinan dan kematangan intelektualnya. Oleh sebab itu,pendidikan harus
diperhatikan dengan baik. Akan tetapi, sampai saat ini pendidikan belum sesuai
dengan harapan, karena sistem yang sering berubah.
Terkait dengan
persoalan pendidikan, Indonesia sedang mengalami dilema akibat dualisme sistem
pendidikan. Dualisme tersebut adalah antara Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum
2013. Dualisme ini terjadi akibat implementasi Kurikulum 2013 yang kurang
matang dan terbilang tergesa-gesa. Sekitar 6000 unit sekolah di Indonesia
rencananya akan diterapkan Kurikulum 2013. Namun, tidak semua sekolah memiliki
fasilitas yang sama dan kesiapan yang matang, hanya sekitar 2000 unit sekolah
saja yang dapat menerapkan kurikulum tersebut. Maka, solusi yang ditawarkan
adalah tetap menerapkan Kurikulum 2006 (KTSP) bagi sekolah yang baru menerapkan
Kurikulum 2013 selama dua semester, dan tetap menggunakan Kurikulum 2013 bagi
sekolah yang telah menerapkannya selama tiga tahun.
Pada
dasarnya, guru dan murid seluruh sekolah di Indonesia tidak semuanya siap
terhadap penerapan Kurikulum 2013. Sosialisasi Kurikulum 2013 pun belum
sepenuhnya memahamkan. Dengan berbagai usaha untuk melaksanakan kurikulum 2013
masih menimbulkan kebingungan dan kurangnya pemahaman. Kurikulum 2013, dianggap
sangat berat untuk dijalani para guru dan murid. Selain itu, dalam pelaksanaannya
tidak sesuai yang diharapkan.
Menteri
pendidikan, terlalu cepat menanggapi perubahan kurikulum, tetapi tidak melihat
sisi negatif dalam pelaksanaannya. Menteri pendidikan juga menerapkan kebijakan
bagi sekolah-sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 selama tiga semester
agar terus dilanjutkan. Akan tetapi, sekolah-sekolah yang baru menjalankan
kurikulum 2013 akan kembali pada kurikulum 2006 (KTSP).
Kebjakan
Menteri pendidikan tersebut menimbulkan perbedaan sosial atau diskriminasi.
Kebijakan yang diambil menjadi bahan pertanyaan bagi masyarakat yang mengetahui
dunia pendidikan. Apakah mampu meningkatkan potensi yang baik? Sudah jelas dalam menerapkan kurikulum berbeda. Hasil proses belajarpun nantinya
akan berbeda. Keperbedaan itu mulai dari kualitas anak didik dan pembentukan
karakter.
Kebijakan
baru menjadikan anggapan diskriminasi pada sekolah-sekolah. Bisa saja ada sekolah
yang menganggap maupun merasa di pinggirkan. Apalagi jika kebijakan tersebut
menjadi tolak ukur dalam menilai kualitas. Kualitas yang dinilai entah itu dari
kurikulum 2013 ataukah 2006. Selain itu, kebijakan yang berbeda dijadikan tolak
ukur dalam melihat kelayakan pada sekolah-sekolah, begitu juga pada potensi
anak didik.
Para
guru dan anak didik mengawatirkan akan terjadi berbedanya cara pandang
pemerintah. Dari mulai perlakuan yang berbeda terhadap sekolah dengan KTSP dan
kurikulum 2013. Perhatian pemerintah akan lebih tertuju pada sekolah-sekolah
yang menerapkan kurikulum 2013. Sehingga, yang masih menerapkan kurikulum lama
akan merasa terpinggirkan. Kurikulum 2013 dianggap lebih baik dan sangat
berkopetensi dan menjadi perhatian pemerintah.
Persoalan
ini masih belum ditanggap dengan serius untuk diselesaikan. Takutnya akan
menimbulkan perpecahan sosial yang banyak. Pemerintah diharapkan mampu
menangani masalah yang terjadi dalam pendidikan. Selain itu, mampu
mengembalikan kesisi yang normal. Kurikulum sangat penting untuk diterapkan dan
juga menentukan hasil belajar-mengajar yang ingin dicapai. Namun, yang lebih
penting lagi untuk bisa sukses dalam mencerdaskan anak bangsa yaitu implementasi
para guru. Mereka adalah bagian terpenting implemetasi kurikulum, karena para
guru yang merealisasikan kurikulum terhadap anak didik. Apapun kurikulum yang
akan diterapkan ada jaminan keberhasilan untuk meningkatkan kualitas anak
bangsa.
*Mahasiswa
Fakultas Dakwah dan Komunikasidi UIN Walisongo Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar